Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat.
Perusahaan ini
dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham. Meskipun
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini
istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri
yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi
dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6
Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft,
Hoorndan dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul
sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan).Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam
tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi
Amsterdam berjumlah delapan. Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer
Kompeniatau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap
perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.
Awal Mula
Datangnya orang
Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498
berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui semenanjung Harapan (Cape of Good
Hope) di ujung Selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan
pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang
selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya,
tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi
dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman –kolonisasi–
dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku,
sedangkan di Suriname dan Curacao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni
kolonisasi (pemukiman).
Bangsa Portugis, yang terlebih dahulu
datang ke Indonesia sebelum Belanda, selain di Malaka, memusatkan perhatian
mereka di kepulauan Maluku, yang kaya akan rempah-rempah –komoditi langka dan
sangat mahal di Eropa–. Setelah dapat mematahkan perlawanan rakyat Maluku tahun
1511, Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku selama
sekitar 100 tahun.
Selama abad ke
16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon
sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp
memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi
setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman,
Spanyol dan Italia
menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan
utama sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah
jalur perdagangan tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang
dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang
terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada
meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang
sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580,
menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah
yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental.
Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur
rahasia” pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman
ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal
ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan
merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai
Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam
perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke
arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di
Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan
penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan
untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Adalah para pedagang Inggris yang
memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang
dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian
Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan
French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang
Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie – VOC (Perkumpulan Dagang
India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara
Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda,
untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai
masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki
tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak,
atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk
membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang
ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat
bertindak seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini
mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial
lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi
Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan
Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi
lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.
Pos perdagangan yang lebih tentram di
Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di
mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di
Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat
menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta
sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi
Gubernur VOC di Ambon (1605 – 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk
Maluku (1621 – 1623).
Hak istimewa
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam
Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
- Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
- Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1.
memelihara
angkatan perang,
2. memaklumkan
perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan
menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4.
memerintah
daerah-daerah tersebut,
5.
menetapkan/mengeluarkan
mata-uang sendiri, dan
6.
memungut
pajak.
Jayakarta,
Jajahan VOC Pertama
Bukti tertua mengenai eksistensi
pemukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta
adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti
tersebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan
Hindu, Tarumanegara ketika
diperintah
oleh Raja Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda Kalapa (Sunda
Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.
Pemukiman
tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh
kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis, Sunda Kalapa
masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan Pajajaran. Sementara itu,
Portugis telah berhasil menguasai Malaka, dan tahun 1522 Gubernur Portugis
d’Albuquerque mengirim utusannya, Enrique Leme yang didampingi oleh Tome Pires
untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa. Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani
perjanjian persahabatan antara Pajajaran dan Portugis.
Diperkirakan,
langkah ini diambil oleh Raja Pakuan Pajajaran guna memperoleh bantuan dari
Portugis dalam menghadapi ancaman kerajaan Islam Demak, yang telah
menghancurkan beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata
perjanjian ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh kerajaan Islam Demak,
Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda kalapa.
Sebagaimana
telah dikemukakan di atas, pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara Demak
yang dipimpin oleh Fatahillah, Panglima Perang asal Gujarat, India, dan jatuh
pada 22 Juni 1527, dan setelah berhasil direbut, namanya pun diganti menjadi
Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengIslamkan Banten,
Jayakarta berada di bawah Kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan.
Ironisnya,
kini tanggal 22 Juni ditetapkan sebagai hari “kelahiran” Jakarta. Jelas tanggal
ini tidak mencerminkan berdirinya kota Jakarta, karena dari berbagai prasasti,
telah terbukti bahwa Sunda Kalapa telah ada sejak abad 10. Ironis, karena hari
penaklukkan Jakarta yang dipimpin oleh seorang asing, ditetapkan sebagai hari
“kelahiran” Jakarta.Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama,
lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada
pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat
perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga
Inggris, sedangkan Jayakarta/Sunda Kalapa masih merupakan pelabuhan kecil.
Pada tahun 1611
VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di
Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5
hektar di dekat muara di tepi bagian Timur Sungai Ciliwung, yang menjadi
kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan
utamanya dinamakan Nassau Huis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar